Foto istimewa : H Ahmad Jajuli Idris mantan Pengurus FORMI dan Mantan KNPI di era tahun 2000
BULETIN TANGERANG COM, TANGSEL – Apa itu Birokrasi (bureaucracy) telah banyak dijelaskan dan dibahas oleh banyak ahli mulai dari Max Weber, Fritz Morstein Marx, Peter A. Blau dan Charles H. Page, Rian Nugroho Dwijowijoto hingga Farel Heady.
Secara singkat Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu tatanan organisasi berbentuk piramida, terdapat komando berjenjang, resmi, teratur, ketat, dijalankan secara independen dan profesional, bekerja secara tim (impersonal)
Birokrasi diangkat berdasarkan satuan waktu tertentu serta berfungsi menjalankan pelayanan, pembangunan dan manajemen pemerintahan secara paripurna mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, Evaluasi hingga pemberian Penghargaan (Reward) dan Hukuman (punishment).
Khusus terkait PPDB SMAN di Banten Tahun 2022 terlihat jenjang komando sebagai berikut, PJ..Gubernur, PJ Sekda (memiliki fungsi koordinasi dan administrator), Kepala Dinas Dindikbud, Kepala Bidang SMA yang memiliki fungsi lini, Sekdis Dikbud yang memiliki fungsi koordinasi dan administrator dan Kepala Cabang Dinas yang memiliki fungsi Kewilayahan, Kepala SMAN selaku Kepala UPT, Panitia Pelaksana PPDB (yang biasanya diketuai Wakasek SMAN Bidang Kurikulum).
” Sesuai Juklak dan Juknis yang ada maka kewenangan teknis pelaksanaan Seleksi PPDB SMAN itu ada pada masing-masing Kepala Sekolah SMAN, tentu dengan supervisi, pengawasan dan koordinasi oleh lima orang Kepala Kantor Cabang Dinas Dindikbud (KCD) Lebak, Pandeglang, Seragon [Kab Serang, Kota Serang, Kota Cilegon], Kab. Tangerang, serta KCD Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan) dan oleh Kepala Bidang SMA Dindikbud Provinsi Banten,” ucap H. Akhmad Jajuli kepada wartawan, sabtu (23/7/2022)
Ia menjelaskan, Pelaksanaan PPDB di lapangan terlihat mulai “kisruh” (utamanya di wilayah Tangerang Raya) saat kewenangan Kepala Sekolah, Kepala KCD dan Kabid SMA itu “dipangkas” oleh suatu “kebijakan tidak resmi”. (hanya melalui WA), bahwa seluruh masalah dalam Seleksi PPDB SMAN itu ditarik ke dua orang pimpinan Dindikbud Banten.
” Pemilik kebijakan PPDB Banten hanya berada di Sekdis dan Kadis Dindikbud. Kebijakan sesungguhnya berniat melakukan “Sentralisasi” (lebih singkat) itu ternyata tidak dijalankan dengan konsekuen dan konsisten, tentu selain tidak sejalan dengan isi Juknis PPDB SMAN itu sendiri,” paparnya
Aspirasi dan kekecewaan dari pihak warga masyarakat di wilayah Tangerang Raya akhirnya tidak terkanalisasi dengan baik. Ujungnya terjadi demo Warga Masyarakat ke Inspektorat Provinsi Banten dan juga demo ke Kantor KCD Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
” Adapun demo yang dilaksanakan oleh salah satu ormas di Tangsel urung dilaksanakan, entah tidak ingin kisruh selamanya atau ada solusinya belum diketahui sebabnya,” imbuh nya.
Tiap-tiap masalah yang timbul di tengah masyarakat itu laksana aliran air. Apabila tidak terkanalisasi dengan baik maka dapat berpotensi mengakibatkan “banjir”.
” Harusnya tiap masalah itu diatasi sesuai jenjang komando yang ada, Panitia PPDB, Kepsek, Kepala KCD, Kepala Bidang SMA. Tidak perlu ditarik hingga ke Sekdis dan Kadis namun ujung-ujungnya malah tidak ditangani dengan semestinya,” kata nya.
Dikatakan kembali,” bahwa tiap-tiap keluhan dan pengaduan wajib disimak (to listen) oleh para Pejabat terkait. Tentu saja ada yang sekadar butuh informasi, butuh klarifikasi, butuh saran dan nasihat. Tidak selalu semuanya karena ingin/wajib diterima di SMAN”.
Apabila masalahnya telah didengar dan telah dijelaskan maka nanti akan terang benderang diketahui tentang isi dan maksud peraturan dan perundang-undangan yang ada dan juga tentang Kewajiban dan Hak Warga masyarakat serta tentang keterbatasan kewenangan masing-masing Pejabat. Akhirnya bisa saling mengerti, saling memahami dan ada solusi yang konkret. Tidak mengambang, tidak membuat ragu dan tidak lagi membuat penasaran.
” Yang sudah terjadi biarlah berlalu tapi ke depan harus menjadi pelajaran dan bahan evaluasi, Kini Dindikbud Banten masih punya satu “PR” untuk mengklarifikasi tentang mengapa tidak berlanjutnya Program SMAN Terbuka itu”, ucapnya
Diketahui ada sekitar 40 orang Murid lulusan SLTP di suatu Kompleks Perumahan daerah Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, tidak tertampung di SMAN 22 dan SMAN 23.
Padahal warga sangat berharap bisa bersekolah di SMAN Terbuka itu. Mereka tidak diterima karena jarak rumahnya jauh dari sekolah, bukan warga miskin, Orang Tuanya tidak bekerja di luar kota, rata-rata nilai Rapor di bawah 85 serta tidak memiliki prestasi istimewa bidang Sains, Olahraga dan Kesenian. Namun hingga kini belum ada kejelasan dan kepastian, batal atau berlanjut
“Apa yang dialami oleh murid-murid di Pagedangan itu, kemungkinan juga terjadi di sejumlah Kecamatan lainnya di wilayah Tangerang Raya, yang sesungguhnya membutuhkan kehadiran SMAN Terbuka yang dijanjikan PJ Gubernur Banten,” kata
H Ahmad Jajuli Mengkritisi Pemprov Banten (Diaz/Man)