Masyarakat Sekitar Malabar, Cibodas Kota Tangerang bukan hanya hadapi kemacetan kendaraan, kini sudah berganti di sibukkan antri untuk membeli Gas LPG 3.KG.
BULETIN TANGERANG.COM – Rahman Faisal, S.S., M.M. alias Ichal, Tokoh Muda Tangerang Selatan dan Dosen D3 Akuntansi – Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Pamulang (UNPAM) angkat bicara melihat peristiwa Gas LPG 3.kg sulit didapat. diungkapkan masyarakat di sosial media.
“Bahkan sebagian pengecer tidak tahu adanya pembatasan dimana saat ini Gas LPG 3KG sudah tidak bisa dibeli di pengecer,” ujar Ichal pada Senin (3/2/2025) di Tangerang.
Kendati kata Ichal, Setiap pengecer dapat melakukan pendaftaran id OSS untuk menjadi pengecer Gas lpg 3KG di warung tradisional.
“Namun Informasi yang berkembang Rakyat bisa melakukan pendaftaran id OSS untuk menjadi pengecer Gas, dalam situasi ekonom masyarakat yang memprihatinkan sehingga kecil kemungkinan melakukan pendaftaran menjadi agen karena tidak semua memiliki modal usaha,”imbuhnya.
Polemik ini Kata Ichal menjadi ramai, Karena Gas ini merupakan kebutuhan untuk memasak khususnya warga ekonomi menengah ke bawah.
“Jika Ramai-ramai mengeluh Gas LPG 3kg sulit didapat bagaimana kita bisa membuat nyaman Rakyat,” Cetusnya.
Dirinya menyayangkan sikap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat umumkan penghapusan pengecer LPG 3 kg untuk kontrol harga. dan diharapkan para Pengecer LPG akan beralih jadi pangkalan mulai 1 Februari 2025.
“Menurut Bahlil, Ada orang beli Gas 3kg lebih dari 1. Bahlil menuturkan bahwa Gas LPG 3kg ada, hanya saja manajemen sedang diatur kembali, “Anehnya sambung Ichal, Mensegneg beralasan agar Subsidi tepat sasaran, terang ichal sesuai informasi yang dihimpunnya.
Menurut Ichal, Beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah atas kebijakan pembatasan Pengecer dalam tata kelola pendistribusian LPG 3kg (Gas bersubsidi) seharusnya bisa dilakukan pemerintah.
1. Pemetaan distribusi gas LPG dilakukan dengan baik, pencatatan data yang akurat. Misalnya di suatu lingkungan yang banyak golongan menengah ke atas, sepatutnya dilakukan evaluasi.
2. Jika memberlakukan pembatasan atau tata kelola yang bagus, kebijakan jangan langsung diterapkan.
Sosialisasikan ke masyarakat luas. Sebar informasi kepada masyarakat agar diketahui dan beri jangka waktunya agar masyarakat bersiap.
Bukan hanya masyarkat sebagai konsumen, tapi pengecer bisa disebut Agen, untuk mempersiapkan untuk dapat menjadi salah satu pengecer. Ini yang tidak dilakukan pemerintah, tentu saja menjadi polemik di tengah masyarakat.
3. Pemerintah melalui pertamina misalnya membahas tata kelola yang baik seperti apa, tentu kita ingin subsidi tepat sasaran Tapi tolak ukurnya seperti apa?
Seharusnya diterapkan. Jika sudah jelas tolak ukurnya, misal bagi warung-warung sembako yang menyediakan gas 3kg juga didata oleh para pengecer atau agen yang lebih dahulu memiliki legalitas.
Warung sembako bagaimana mungkin bisa menjadi pengecer tercatat di OSS? Langkah ini yang perlu pemerintah lakukan.
4. langkah atau kebijakan yang diambil tidak memiliki ukuran atau pertimbangan matang. Jika kebijakan pembatasan atau pengelolaan atau penataan kembali, jika proses dan mekanismenya jelas, maka tidak akan terjadi polemik di masyarakat.
Ukuran yang jelas dapat dilakukan diawal dengan lebih dahulu melihat data dan angka, berapa subsidi yang sudah diberikan, mana yang tepat sasaran dan mana yang tidak tepat sasaran. Oleh karena itu lakukan evaluasi dan pastikan kembali subsidi telah tepat sasaran jika perhitungan dan data yang dimiliki akurat. Bagaimana mungkin pemerintah tidak memiliki data yang akurat?
5. Langkah sembrono ini menjadi rapor merah pemerintah seakan-akan mengampankan segalanya. Prinsipnya lakukan dulu, jika ada protes atau polemik baru dievaluasi.
Jurus ngeles sepertinya? Tentu ini hal yang tidak masuk akal jika demikian perjalanan dan kebijakannya.
Dimana kalangan pemerintah berisikan orang-orang pintar, bukan?
Gegara gas 3kg untuk masyarakat sampai menuai polemik berarti ada tata kelola yang salah,”pungkasnya.(Rhm)